STRESS DAN KESEHATAN

 STRESS DAN KESEHATAN




    Hubungan antara stress dan stressor

    Menurut Saundra K. Ciccarelli stres adalah istilah yang menggambarkan kondisi fisik, emosional, kognitif, dan perilaku individu terhadap peristiwa yang dianggap mengancam atau menantang. Seseorang yang sedang stres pada umumnya mengalami beberapa masalah fisik yang ditandai dengan kelelahan yang tidak biasa, masalah tidur, nyeri dada bahkan mengalami mual. Selain itu secara emosional, akan mengalami kecemasan, ketakutan, depresi dan lebih sensitif. Gejala mental dari stres meliputi masalah konsentrasi, memori, pengambilan keputusan dan hilangnya rasa humor.
    Stresor adalah pemicu atau penyebab munculnya stres pada individu. Stresor dapat bersumber dari dari dalam tubuh individu maupun eksternal, hal ini dapat berupa biologis, psikologis, kimia, sosial dan spiritual. Timbulnya stres karena dipicu stresor mengakibatkan individu merasakan dan mempersepsikan sebagai ancaman sehingga munculnya kecemasan yang merupakan tanda awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.
    Hubungan antara stres dan stresor merupakan hubungan sebab akibat. Dimana stresor adalah penyebab seseorang mengalami stres. Misalnya seseorang yang kehilangan surat-surat berharga akan timbulnya respon pada tubuh berupa stres, hal itulah yang disebut dengan sumber stres (stresor). Penyebab-penyebab tersebut tidak akan langsung membuat seseorang menjadi stres. Hal tersebut dikarenakan setiap individu berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stresor yang menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stress.

    Faktor fisiologis dari stress dan kesehatan

a. Faktor eksternal

1. Catasthropes

Merupakan peristiwa tak terduga yang terjadi dalam skala besar dan menimbulkan stres serta perasaan terancam yang dahsyat. Contohnya seperti perang, badai besar, kebakaran dan sebagainya.

2. Major life changes

Stres sering kali muncul dari pengalaman hidup sehari-hari dan tidak selalu berasal dari peristiwa negatif saja. Terkadang ada peristiwa besar yang mengharuskan individu untuk membuat penyesuaian dan perubahan yang merupakan inti dari stres. Contohnya seperti pernikahan, kenaikan jabatan, hingga kematian. (Holmes & Rahe, 1967).

3. Hassles

Sebagian besar stres yang kita alami setiap hari biasanya berasal dari hal-hal kecil, seperti keterlambatan, perselisihan kecil, kejengkelan dan gangguan-gangguan kecil serupa. gangguan sehari-hari ini disebut dengan hassles


b. Faktor psikologis

 Pressure

Tekanan yang terjadi ketika seseorang merasa bahwa mereka harus bekerja lebih keras, lebih cepat, dan melakukan lebih banyak, seperti ketika memenuhi deadline atau persiapan untuk ujian akhir. Time pressure adalah salah satu bentuk tekanan yang paling umum dialami.

2. Uncontrollability

Faktor lain yang dapat meningkatkan pengalaman stres seseorang ialah tingkat kontrol yang dimiliki oleh individu atas peristiwa atau situasi tertentu. Semakin sedikit tingkat kontrol yang dimiliki seseorang, maka semakin besar tingkat stresnya. Para peneliti dalam wawancara klinis dan studi eksperimental telah menemukan bahwa kurangnya kontrol dalam suatu situasi sebenarnya meningkatkan gejala gangguan stres (Breier etal., 1987; Henderson et al., 2012).

3. Frustration

Frustasi terjadi ketika seseorang terhalang untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau memenuhi kebutuhan. Frustasi dapat berasal dari ekternal, seperti kehilangan, penolakan, kegagalan, dan penundaan. Frustrasi internal, juga dikenal sebagai frustrasi pribadi, terjadi ketika tujuan atau kebutuhan tidak dapat dicapai karena karakteristik internal atau pribadi.

4. Conflict

Ada berbagai bentuk dari konflik, tergantung pada sifat keinginan, tujuan, atau tindakan yang tidak kompatibel.

▪ Approach–approach conflict

Seseorang memiliki keinginan untuk dua tujuan yang masing-masingnya menarik. Biasanya, jenis konflik ini, yang sering disebut sebagai "situasi win-win yang tidak melibatkan banyak tekanan dan relatif mudah diselesaikan. Karena kedua tujuan sama-sama diinginkan, satu-satunya stres yang terlibat ialah harus memilih salah satu di antara keduanya, sehingga ia hanya memperoleh satu dan kehilangan yang lain.

▪ Avoidance–avoidance conflict

Dalam konflik ini, memilih antara dua atau lebih tujuan atau peristiwa yang tidak Menyenangkan. Contohnya orang yang takut akan prosedur pemeriksaan gigi mungkin menghadapi konflik menderita rasa sakit gigi atau pergi ke dokter gigi. Karena tidak ada alternatif yang lebih menyenangkan, banyak orang menghindari membuat pilihan dengan menunda keputusannya (Tversky & Shafir, 1992).

▪ Approach–avoidance conflicts

Konflik ini berbeda dari konflik lain karena konflik ini hanya melibatkan satu tujuan atau peristiwa. Tujuan atau peristiwa itu mungkin memiliki aspek positif dan negatif yang membuat tujuan menarik namun tidak menarik pada saat yang sama. Misalnya, pernikahan adalah keputusan besar untuk membuat siapa pun dan biasanya memiliki fitur menariknya, seperti kebersamaan, berbagi waktu yang baik, dan persegi negatif, dan juga aspek negatifnya, seperti ketidaksepakatan, masalah uang, dan hipotek.

▪ Multiple Approach–Avoidance Conflicts.

Ketika pilihan berada di antara dua tujuan yang memiliki aspek positif dan negatif untuk setiap tujuan, itu disebut double approach–avoidance conflict. Jenis konflik ini juga cenderung mengarah pada kebimbangan yang membuat keputusan menjadi lebih sulit dan menimbulkan stres pada seseorang.

c. Faktor fisiologis

    Faktor fisiologis juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses terjadinya stres tersebut, salah satunya adalah Autonomic Nervous System (ANS) yang bekerja secara otomatis dan menjaga keberlangsungan hidup individu. ANS terbagi atas dua bagian, yaitu saraf simpatik dan parasimpatik. Syaraf simpatik bereaksi ketika tubuh mengalami stres yang ditandai dengan gejala fisik meningkatnya detak jantung da gangguan pencernaan, yang kemudian menyalurkan energi kepada sel-sel otot. Sedangkan syaraf parasimpatik bertugas untuk menormalkan kembali tubuh ketika fase pasca stres. Kedua sistem saraf tersebut berperan penting dalam melakukan respon dan adaptasi ketika tubuh merespon stresor.

1. General adaptation syndrome

    Ahli endokrinologi Hans mempelajari urutan reaksi fisiologis yang dilalui tubuh ketika beradaptasi dengan stresor yang disebut General Adaptation Syndrome (GAS). GAS adalah serangkaian reaksi tubuh terhadap stres yang berkepanjangan yang diperoleh bila stresor terus menerus muncul, bagaimana tubuh merespon stres tersebut terdiri dari tiga tahapan (Selye, 1956):

            a. Alarm reaction : Ketika tubuh pertama kali bereaksi terhadap stresor, sistem syaraf simpatik                                            diaktifkan, dan kelenjar adrenal melepaskan hormon untuk meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan cadangan gula darah yang menghasilkan lonjakan energi.

            b. Stage of resistance : Pada tahap ini arousal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan untuk melawan dan terus melepaskan hormon untuk melawan stresor. Terjadinya penurunan respon fisiologis seperti pusing, demam, dan sakit perut, dan individu akan mulai merasa nyaman. Tahapan ini akan terus berlajut sampai sumber daya habis.

            c. Stage of exhaustion : Pada tahap ini respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini mengakibatkan melemahnya sistem kekebalan tubuh dan hormon stres terkuras, sehingga terjadi kelelahan pada tubuh.


2. Sistem imun dan stress

    Stres sangat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiani, Purwanti dan Amarani (2015) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat stres yang dialami seseorang maka semakin menurun sistem kekebalan tubuhnya. Hal ini dikarenakan adanya proses biologis yang dialami oleh tubuh ketika merespon stres.

    Stres yang berkelanjutan hingga fase kronis mengakibatkan tubuh gagal mempertahankan diri dari fase kelelahan General Adaptation Syndrom (GAS) sehingga tubuh tidak lagi mentoleransi serangan stres. Para peneliti menemukan bahwa orang yang berada dibawah tekanan psikologis lebih mudah terjangkit virus, dan terjadinya penurunan kemampuan tubuh untuk mengendalikan peradangan, tingkat peradangan yang meningkat bisa menjadi pemicu dari banyak penyakit seperti radang sendi, penyakit jantung, diabetes, dan bahkan kanker.

 

3. Health psychology

    Psikologi kesehatan berfokus pada bagaimana aktivitas fisik, sifat psikologis, dan hubungan sosial kita memengaruhi kesehatan kita secara keseluruhan dan tingkat penyakit.Psikolog yang bekerja di bidang kesehatan adalah psikolog klinis dan psikolog konseling dan dapat bekerja di rumah sakit atau klinik, namun juga psikolog kesehatan yang bekerja sebagai pengajar atau peneliti.


4. Faktor kognitif dari stress

      Kognitif merupakan istilah yang digunakan dalam mendefinisikan individu terhadap kejadian yang terjadi dalam hidup mereka sebagai hal yang mengancam,berbahaya,dan menantang serta keyakinan mereka untuk menghadapi kejadian tersebut dengan efektif. Dengan arti lain timbulnya stress tergantung bagaimana individu memandang masalah tersebut. Sebagai contoh individu yang menilai suatu kejadian secara negative cendrung akan mengalami stress, dibandingkan individu yang menilai kejadian secara positif. Kemampuan dalam mendefinisikan sebuah kejadian secara positif dari pengalaman yang negative disebut juga sense of humor.

      Menurut Eysenck( dalam Safaria dan Saputra,2009), sense of humor memiliki tiga aspek,yaitu :

a. Comformist sense : kesamaan apresiasi berupa pemahaman dan penghargaan individu tentang materi kelucuan

b. Quantitative sense : kuantitas individu tertawa,tersenyum serta mudahnya merasa gembira

c. Productive sense : kuantitas individu menceritakan cerita lucu dan mampu membuat orang lain gembira.


5. Faktor kepribadian dari stress

    Williams (dalam Santrock,2003) percaya bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk dapat mengendalikan amarahnya dan untuk percaya pada orang lain yang menurutnya dapat mengurangi resiko mengalami stress yang berat.  Kemampuan individu dalam mengendalikan emosi dan dapat membina hubungan dengan orang lain disebut juga kecerdasan emosional. (Goleman,2013).

Aspek kecerdasan emosional:

a. Peraturan diri

b. Motivasi diri

c. Kesadaran diri

d. Keterampilan sosial

e. Mengenali emosi orang lain


6. Faktor sosial dari stress

    Seperti disebutkan sebelumnya, sebagian besar stres dalam kehidupan sehari-hari berasal dari keharusan berurusan dengan orang lain dan aturan interaksi sosial. Kepadatan penduduk, misalnya, merupakan sumber stres yang umum. Kepadatan jalan raya, atau kemacetan lalu lintas, merupakan salah satu faktor perilaku mengemudi agresif, yang dapat meningkatkan, atau memicu respons yang tidak proporsional atau bahkan kemarahan di jalan pada orang lain (AAA Foundation, 2009; Jeon dkk., 2014).


Coping stress

Coping stress adalah usaha yang dilakukan seseorang dalam menghadapi stress dengan mengatasi atau mengurangi efek dari faktor-faktor yang mengakibatkan stress,melewati strategi psikologis dan perilaku (Cicarelli& White,2015)


Menurut Folkman & Lazarus (1980; dalam Ciccarelli & White, 2015) coping dibedakan menjadi 2 kategorisasi berdasarkan bentuk dan fungsinya, yakni sebagai berikut :

1) Problem-focused coping

Coping yang dimaksud yaitu berfokus terhadap sumber masalah.Individu akan mengurangi stressor dengan memahami sumber masalah dan mengatasi permasalahan tersebut dengan cara yang baru. Strategi ini dilakukan apabila individu dapat mengontrol permasalahannya dan mampu mengubah situasi yang menjadi penyebab stress secara aktif.

Aspek yang termasuk ke dalam problem-focused coping antara lain:

a. Planful problem solving, yaitu membuat perencanaan untuk melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah situasi dengan tujuan menyelesaikan permasalahan yang dialami.

b. Confrontative coping, yaitu menyelesaikan masalah dengan melakukan suatu perubahan situasi yang dianggap menekan bagi individu. Strategi ini juga menggambarkan cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

c. Seeking social support, yaitu berusaha mencari kenyamanan secara emosional melalui dukungan dari sekitarnya.

2) Emotional-focused coping.

Strategi ini berfokus pada emosi, yakni strategi bagi individu dalam menangani stress dengan melibatkan reaksi atau emosi terhadap stressor. Individu yang memakai strategi ini cenderung dapat mengurangi dampak emosional dari faktor penyebab stress serta dapat mengatasi permasalahannya dengan cara yang lebih efektif. Apabila individu tidak berhasil mengatur emosinya, akan timbul dampak negatif berupa tekanan dari kondisi yang sedang dialami

Aspek yang termasuk ke dalam emotional-focused coping antara lain :

a. Positive reappraisal : berfokus kepada mencari makna positif untuk mengembangkan diri.

b. Accepting responsibility : menanamkan kesadaran dalam diri sendiri atas tanggung jawab mengenai permasalahan yang dialami, sehingga masalah dapat diselesaikan dengan baik.

c. Self controlling : mengatur perasaan maupun tindakan agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik.

d. Distancing : menjaga jarak dari masalah yang dialami.

e. Escape avoidance : menghindari masalah yang dialami atau denial.


Faktor yang mempengaruhi coping stress :

Taylor (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi coping stress antara lain sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Positive emotional states : tingkat emosi dalam keadaan positif. Jika memiliki kondisi emosi yang positif, akan tercipta kesehatan mental dan fisik yang baik dalam diri individu.

b. Optimism : mengatasi permasalahan dengan membantu seseorang agar dapat menggunakan tenaga dan keterampilannya dengan efektif.

c. Psychological control : kesadaran dalam diri individu bahwa dirinya dapat mengatur tingkah laku untuk memberikan pengaruh bagi lingkungan di sekitarnya.

d. Self esteem : harga diri yang tinggi mampu menciptakan peningkatan coping dalam diri individu.

2. Faktor Eksternal

a. Dukungan sosial

b. Tidak ada faktor yang memicu stress dalam waktu yang bersamaan.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSES DAN FUNGSI MENTAL : Sensasi dan Persepsi

LEARNING DAN INTELEGENSI

MOTIVASI DAN EMOSI